Jumat, 16 Agustus 2019

Kampanye Antisedotan Insignifikan Pada Lingkungan


Milo Cress, seseorang anak berusia 9 tahun yang datang dari Vermont, Amerika Serikat, lihat jumlahnya sedotan yang terbuang saat dia ada di restoran, Dia selanjutnya berinisiatif untuk bikin kampanye antisedotan. Bocah itu mengawali penelitiannya dengan cari tahu jumlahnya sedotan yang dipakai oleh masyarakat Amerika Serikat sehari-harinya dengan lakukan survey ke sejumlah produsen sedotan seputar. Hasilnya, masyarakat Amerika memakai 500 juta sedotan sehari-harinya. Dari data itu, Milo Cress mengeluarkan project ‘Be Straw Free” pada tahun 2011[i].Project yang dikerjakan Milo Cress jadi cikal akan kampanye antisedotan yang lebih luas. Jasa kampanye online bisa menjadi solusi untuk kamu.

Telah jadi pengetahuan umum jika sampah plastik memberi efek yang beresiko buat lingkungan. Direncanakan seputar 275 juta metrik ton sampah plastik dibuat tiap tahunnya[ii]. Beberapa usaha sudah dikeluarkan untuk tingkatkan kesadaran warga berkaitan rumor ini. Pada tahun 2015, satu video yang tunjukkan pengamanan menegangkan kura-kura dengan hidung tertusuk oleh sedotan plastik oleh sekumpulan pakar biologi kelautan dari Kampus Texas A&M jadi viral.Semenjak itu, kampanye-kampanye antisedotan banyak muncul. Terbentuklah banyak kampanye sama “Be Straw Free” punya Milo Cress seperti #StopSucking oleh Lonely Whale serta Skip The Straw oleh Ocean Conservacy.Pada dasarnya, kampanye itu ajak warga luas untuk tinggalkan pemakaian sedotan plastik. Kampanye antisedotan mempunyai formula prima untuk satu pergerakan lingkungan yang viral: Satu video efek riil sampah sedotan pada biota laut, gampangnya ikuti kampanye itu, serta di dukung penuh oleh public figureseperti Ratu Britania Raya Elizabeth II serta ilmuwan populer Neil Degrasse Tyson. Pertanyaannya ialah: apa kampanye antisedotan berefek dengan relevan pada penanggulangan sampah plastik di lautan?

Permasalahan Sampah Plastik di Laut Lebih Besar dari Sebatas Sedotan

Hasil penemuan angka 500 juta sedotan yang dipakai oleh orang AS sehari-harinya oleh Milo Cress dicatut oleh aktivis kampanye antisedotan serta beberapa media seperti NBC[iii]hingga National Geographic[iv]. Legalitas angka itu butuh ditanyakan mengingat metodologi serta absennya dokumentasi riset. Riset lain oleh Freedonia Grup, satu perusahaan analisa pasar, mengatakan jika orang Amerika Serikat memakai 390 juta sedotan plastik tiap harinya[v]. Tetapi, jika hasil penemuan Milo Cress memang benar terdapatnya, kita butuh memperbandingkan volume sampah sedotan plastik dengan sampah plastik yang lain.

Kenyataannya,volume sampah sedotan plastik di laut cuma seputar 0,03% pada keseluruhan 8 juta metrik ton sampah plastik yang selesai di lautan tiap tahunnya[vi]. Jika kampanye antisedotan plastik betul-betul terealisasi dengan prima, volume sampah plastik akan cuma menyusut 2.400 metrik ton tiap tahunnya. Kenyataannya, kontributor sampah plastik paling besar malah datang dari jaring yang dipakai oleh industri perikanan yang tercecer di lautan atau ghost gear: yaitu sekitar 46%[vii]dari 8 juta metrik ton sampah plastik di lautan.

Perusahaan Ikut Diuntungkan

Pergerakan antisedotan sudah diadopsi oleh beberapa perusahaan, diantaranya Starbucks serta McDonald’s. Selanjutnya, perusahaan itu lah yang ambil keuntungan terbesar dari kampanye antisedotan, bukan lingkungan tersebut. Tidak bisa disangkal jika pergerakan perusahaan sarat dengan kepedulian lingkungan jadi satu taktik ampuh untuk memoles citra yang selanjutnya akan menarik customer untuk belanja di perusahaan itu. Menurut survey yang dikerjakan oleh Shelton Grup, satu instansi analisa, 86% customer memiliki pendapat jika perusahaan semestinya ambil sikap pada rumor sosial. Sebesar 64% customer yang memiliki pendapat “sangat penting” buat satu perusahaan untuk ambil sikap pada rumor sosial kemungkinan besar untuk beli produk perusahaan tersebut[viii].

Starbucks menginformasikan jika pada tahun 2020 perusahaan itu akan bebas sedotan pada semua 30.000 gerainya di seluruh dunia. Jadi alternatifnya Strabucks Coffee akan meggunakan tutup gelas dengan design baru dengan bentuk moncong supaya gampang diminum. The Guardian lakukan pengukuran berat di antara gabungan sedotan serta tutup lama dengan tutup baru[ix]. Hasilnya: Gabungan berat sedotan serta tutup lama lebih mudah dibanding design tutup baru. Karena itu, kampanye yang dikerjakan Starbucks memang kurangi jumlahnya sedotan, tapi justru meningkatkan jumlahnya volume sampah plastik. Telebih cuma seputar 9% sampah plastic yang di produksi selesai didaur ulang[x]. Bekasnya selesai dalam tempat pembuangan akhir, berantakan di darat, atau mengambang di lautan.

Setali tiga uang dengan Starbucks, McDonald’s Indonesia ikut membuat pergerakan antisedotan bernama #MulaiTanpaSedotan dengan dengan implementasi tidak menyiapkan sedotan di 189 gerainya[xi]. Tetapi sayangnya, McDonald’s Indonesia tidak langsung menarik perlengkapan makan lain yang memakai plastik seperti piring serta wadah saus. Belum didapati selanjutnya apa Mcdonalds Indonesia akan berinisiatif mengentikan pemakaian plastik lebih lengkap.

Kampanye #MulaiTanpaSedotan oleh McDonalds Indonesia.
Aksi ke-2 perusahaan itu yang ambil momen kampanye antisedotan terlihat tidak betul-betul perduli pada permasalahan sampah plastik seperti yang dicitrakan olehnya. Perusahaan itu lakukan apa yang dikatakan sebagai greenwashing, yaitu lakukan disinformasi untuk membuat citra jadi perusahaan yang bertanggungjawab pada lingkungan[xii]. Bukannya mengarah rumor lingkungan yang lebih darurat seperti industri daging yang memberi 40% gas metana[xiii], perusahaan itu justru ambil langkah aman, gampang serta tidak relevan pada lingkungan lewat kampanye antisedotan. Dengan lakukan hal itu, perusahaan bisa melakukan perbaikan citranya jadi perusahaan yang perduli lingkungan sekaligus juga berupaya tingkatkan penghasilan atas penjualan dengan memperoleh good publicity.

0 komentar:

Posting Komentar